Forum Mahasiswa Aceh Singkil Subulusalam

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Mahasiswa Aceh Singkil Subulusalam

Forum ini adalah Wadah Komunikasi dan Berbagi segala Informasi bagi Mahasiswa/i Aceh Singkil-Subulussalam dan sekitarnya...


    Sastra Multikultural Pemersatu Bangsa

    Salmukom
    Salmukom
    Admin


    Jumlah posting : 103
    Join date : 27.11.08
    Age : 42
    Lokasi : Medan - Sumatera Utara - Indonesia

    Sastra Multikultural Pemersatu Bangsa Empty Sastra Multikultural Pemersatu Bangsa

    Post  Salmukom Fri 28 Nov 2008 - 1:34

    Sastra Multikultural Pemersatu Bangsa

    Kompas - Sastra multikultural tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
    berbangsa dan bernegara saat ini. Jika pemerintah memiliki good will
    untuk mengelola dan memberikan dukungan terhadap pertumbuhannya,
    sastra multikultural dapat berguna sebagai alat pemersatu bangsa.

    Demikian diungkapkan sastrawan Budi Darma selaku pembicara dalam
    seminar Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) XIII, Selasa (28/9) di
    Surabaya. "Negara yang kedatangan migran selalu menimbulkan masalah
    budaya. Di situ muncul masalah krisis identitas karena adanya dominasi
    dari para pendatang yang membawa ciri khas daerah mereka
    masing-masing," ujarnya.

    Ia mencontohkan seorang pengarang Amerika keturunan China bernama Amy
    Tan, yang dari sejumlah karyanya selalu berujung pada "Aku adalah
    orang China, tetapi benarkah aku orang China? Tidak benar, karena aku
    adalah orang Amerika. Namun, benarkah aku orang Amerika? Ah tidak, aku
    orang China".

    Meskipun belum menjadi bagian penting dari sastra Indonesia, beberapa
    karya sastra multikultural banyak bermunculan di dunia sastra
    Indonesia. Contohnya adalah warna China dalam beberapa karya, seperti
    novelet Bibi Giok (Zarra Zettira), novel Miss Lu (Naning Pranoto), dan
    novelet Pai Yin (Lan Fang).

    "Krisis identitas ini muncul sesuai dengan situasi politik. Ketika
    situasi dan kondisi politik memanas, mau tidak mau, krisis identitas
    yang awalnya tidak terasa temperaturnya menjadi melonjak," ujar Budi
    Darma menambahkan.

    Sastrawan Singapura Djamal Tukimin-yang juga menjadi pembicara dalam
    seminar PSN tersebut-juga mengatakan, masalah multikulturalisme
    berkembang menurut budaya masyarakatnya. "Di Singapura, ada cerpen
    dengan watak China atau India, yang membawa falsafah hidup
    masing-masing. Namun, karena pemerintah sangat mendukung, sastra itu
    dapat berkembang baik," ungkapnya.

    Menurut penilaian Djamal, krisis identitas dalam sastra Singapura
    tidak sampai memanas seperti yang terjadi di Indonesia, misalnya.
    Pemerintah sangat akomodatif sehingga multikulturalisme justru
    memperkaya kesusastraan Singapura. "Asal ingat, tidak menyentuh
    masalah agama dan secara politis tidak saling menghina antara satu
    etnis dan etnis yang lainnya. Itu pantangan besar," papar Djamal.

    Peran dan kebijakan pemerintah sangat signifikan bagi perkembangan
    sastra multikultural. Ketika pemerintah mempunyai gairah politik untuk
    mendukung sastra, terjadilah "sastra perkauman" seperti di Malaysia,
    yang membawa sastra Malaysia berada pada kedudukan duduk sama rendah
    dan berdiri sama tinggi.

    Sebagai negara multikultural, imbuhnya, Indonesia mempunyai kesempatan
    menumbuhkan sastra multikultural. Dengan campur tangan pemerintah yang
    memiliki kesadaran akan identitas semacam itu, persatuan bangsa bukan
    merupakan hal yang sulit dan huru-hara rasial seperti peristiwa Mei
    1998 tidak terulang.

      Waktu sekarang Mon 6 May 2024 - 18:48